Page 9 - 15. Diktat Pengelolaan Limbah Nuklir
P. 9
Sistem Strengthened Safeguards (S3). Selain itu penerapan PERKA Nomor 9
Tahun 2006 tentang Protokol Tambahan adalah untuk mencegah terjadinya
perubahan pemanfaatan bahan nuklir dan untuk mengatur persyaratan dan
tanggung jawab Pengusaha Instalasi (PI) atau fasilitas nuklir dan/atau
Pengusaha Instalasi Nonnuklir dalam melaksanakan Protokol Tambahan.
Pengusaha Instalasi atau Fasilitas Nuklir dan/atau Pengusaha Instalasi
Nonnuklir bertanggung jawab mematuhi persyaratan protokol tambahan
seifgards di fasilitas dan lokasi di luar fasilitas dengan menunjuk penanggung
jawab pelaksana dan harus diberitahukan kepada Kepala BAPETEN [1].
Pengusaha Instalasi atau Fasilitas Nuklir dan/atau Pengusaha Instalasi
Nonnuklir wajib memberikan akses informasi dan lokasi litbang daur bahan
bakar. Kepala BAPETEN dapat menyetujui Inspektur IAEA yang didampingi
Inspektur keselamatan Nuklir yang ditunjuk Ka. BAPETEN untuk
melaksanakan verifikasi informasi yang telah dideklarasikan, pada saat
pelaksanaan inspeksi di fasilitas. Yang termasuk dalam instalasi nuklir adalah:
[2]
a. reaktor nuklir;
b. fasilitas yang digunakan untuk pemurnian, konversi, pengayaan bahan
nuklir, fabrikasi bahan bakar nuklir dan/atau pengolahan ulang bahan bakar
nuklir bekas; dan/atau
c. fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar nuklir dan bahan
bakar nuklir bekas.
Siklus Bahan Bakar Nuklir dapat terlihat pada Gambar 1. Manajemen
Pengelolaan BBNB di Indonesia menganut sistem terbuka, sehingga Indonesia
tidak mempunyai fasilitas reprocessing, maka pengelolaan BBNB harus
disimpan di tempat penyimpanan sementara BBNB dan dikelola atau
dikembalikan ke negara asal.
Pengelolaan Limbah Radioaktif, DPK_BRIN, 2023 8